Rabu, 11 April 2012

PemBuktian Metode Simpson


1.    PEMBUKTIAN Cara Simpson I


Bidang Lengkung ABCC’A’ terdiri dari :
Luas trapesium ACC’A’ dan Luas tembereng parabola ABCF.
Luas trapesium ACC’A’ adalah :

Luas ACC’A’   = ½.2h (y0 + y2)
= h (y0 + y2)..................... .(I)

Luas ABCF     = 2/3 luas jajaran genjang ADEC
= 2/3 ECA’C’
= 2/3 BF.2h
= 4/3h (BB’ – FB’)
= 4/3h (y1 – ½ (y0 + y2)
= 4/3h (y1 – 1/2y0 - 1/2y2)...............(II)

I. Luas ACC’A’ = h (y0 + y2)
= 1/3h (3y0 + 3y2)
II. Luas ABCF = 4/3h (y1 – 1/2y0 – 1/2y2).
= 1/3h (4y1 - 2y0 - 2y2) +
Luas ABCC’A              = 1/3h (3y0 - 2y0 + 4y1 + 3y2 - 2y2)
Jadi Luas ABCC’A’     = 1/3h (y0 + 4y1 + y2)


Angka didepan tiap-tiap ordinat disebut juga faktor luas ( FL). Angka  didepan h disebut angka perkalian (k), maka faktor luas untuk 2 bagian
tadi menurut Simpson I :
FL Simpson I = 1 4 1
k = 1/3 ( Menurut Simpson I )

Berdasarkan pendapat diatas, maka untuk menghitung luas sebuah  bidang lengkung adalah sebagai berikut :
a.    Bagilah panjang bidang menjadi beberapa bagian yang jumlahnya  genap, masing-masing sepanjang h ( Lihat gambar diatas ).
b.    Ambilah dua dari kiri dan pada tiap-tiap 2 bagian berilah nomor secara berurutan dimulai dari kiri kekanan yaitu nomor I, II, III dan  seterusnya.
c.    Untuk tiap 2 bagian masukkan rumus pokok dari simpson I.yaitu :
1/3k (1, 4, 1).
d.    Jumlahkan semua rumus pokok sebagai berikut :

I. = 1/3h (y0 + 4y1 + y2)
II. = 1/3h y2 + 4y3 + y4
III = 1/3h (y4 + 4y5 + y6)

Luas Simpson I = 1/3h (y0 + 4y1 + 2y2 + 4y3 + 2y4 + 4y5 + y6)
Dengan demikian terbukti bahwa faktor luas untuk rumus simpson
adalah :
FL simpson I = 1,4,2,4,2,4,2,4,1
Pada umumnya rumus simpson I juga dilaksanakan dalam daftar  perhitungan. Adapun cara menyusunnya adalah sebagai berikut :
FL I = 1 4 1
FL II = 1 4 1
FLIII = 1 4 1
FL = 1 4 2 4 2 4 1
Maka Rumus dari Simpson I adalah
Luas simpson I = k.h. ∑ , dimana k = 1/3 dan semua angka yang dipakai dalam perhitungan hendaklah dibuat desimal.


2.    Cara Simpson III.

Sebuah bidang lengkung seperti pada gambar diatas,dimana bagian bidang sebelah kiri dapat dihitung dengan menggunakan  rumus simpson III ( delapan lima kurang satu ).
Untuk ini maka bidang lengkung tadi dibagi menjadi sebuah trapesium dan sebuah parabola.

Luas AFB’A’    = ½ h ( y0 + FB ).
= ½ h ( y0 + ½ y0 + ½ y2 ).
= 1/12 h ( 6y0 + 3y0 + 3y2 ).
= 1/12 h ( 9y0 + 3y2 )......................( I ).

Luas ABF        = 2/3 h .BF
= 2/3 h ( y1 – B’F ).
= 2/3 h ( y1 – ½ ( y0 + y2 ).
= 2/3 h ( y1 – ½ y0 – ½ y2 ).
= 1/3 h.2 ( y1 - ½ y0 – ½ y2 ).
= 1/12h ( 8y1 – 4y0 – 4y2 ).............( II ).



Luas I + II        = luas ABB’A’ = 1/12 h ( 5y0 + 8y1 – y2 ).

Maka faktor luas dari rumus ini adalah :
FL Simpson III = 5 + 8 – 1 Sedangkan k = 1/12.

Dengan demikian tadi ternyata bahwa rumus ini mampu  menulis luas suatu bidang lengkung tanpa mengadakan pembagian.  Sebaliknya diperlukan ordinat bantuan ( y2 ) yang jaraknya juga  sejauh dari ordinat akhirnya ( y1 ). Tanpa adanya bantuan dari ordinat yang lain itu, rumus tadi tidak dapat digunakan.

3.    Cara Simpson II


Rumus simpsons II merupakan gabungan dari rumus Simpsons I dan
Simpson III sehingga dapat diuraikan sebagai berikut :






Luas I              = 1/12 h ( 5y0 + 8y1 – y2............... ( I ).
Luas I + II        = 1/3 h ( y0 + 4y1 + y2 ).
= 1/12 h ( 4y0 + 16y1 + 4y2..........( II ).
Luas II + III      = 1/3 h ( y1 + 4y2 + y3 ).
= 1/12 h ( 4y1 + 16y2 + 4y3..........( III ).
Luas III            = 1/12 h ( 5y3 + 8y2 – y1..............( IV ).     +
( I + II + III )     = 1/12 h ( 9y0 + 27y1 + 27y2 + 9y3 )
= 9/12 h ( y0 + 3y1 + 3y2 + y3 ).
= ¾ h ( y0 + 3y1 + 3y2 + y3 ).
Maka :
Luas I + II + III = ¾ h ( y0 – 3y1 – 3y2 – y3 ).
2
Jadi luas I + II + III = 3/8 h ( y0 + 3y1 + 3y2 + y3 ).
Disini ternyata bahwa : Fl simpson II = 1 3 3 1.
Sedangkan angka perbanyakan adalah k = 3/8.
Dengan kenyataan seperti diatas dapatlah dihitung luas seluruh
bidang lengkung ABBA yaitu sebagai berikut :
Luas I + II + III = 3/8 ( y0 + 3y1 + 3y2 + y3 ).
Luas IV + V + VI = 3/8 ( y3 + 3y4 + 3y5 + y6 ).+

Luas ABBA = 3/8 h ( y0 + 3y1 + 3y2 + 2y3 + 3y4 + 3y5 + y6 ).
Dengan demikian bahwa faktor luas dari rumus Simpsons II adalah :
Fl simpson II = 1 3 3 2 3 3 2.........................3 3 1.
Pada umumnya untuk melaksanakan rumus ini juga dipakai
sebuah daftar perhitungan yang bentuknya serupa dengan daftar
perhitungan dari Trapesium, dengan catatan sebagai berikut :
a.         Bagilah seluruh panjang dari bidang lengkung menjadi
beberapa bagian masing – masing sepanjang H dan
jumlahnya merupakan kelipatan dari 3.
b.         Berilah pada tiap – tiap tiga ( 3 ) bagian nomor romawi yang
urut yang dimulai dari kiri. Jadi I, II, III, IV, V, dan seterusnya.
c. T      entukan dulu susunan faktor luasnya, berdasarkan : 1, 3, 3,1.

Sabtu, 28 Januari 2012

STABILITAS KAPAL


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.      Stabilitas Kapal
Salah satu persyaratan bagi suatu kapal untuk bisa tetap melaut (a Sea – Going Property Of Ship) adalah adanya “Stability” atau stabilitas dari kapal itu sendiri, yang mana semua itu mutlak diperlukan untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan dari kapal itu sendiri dan muatannya.
      Secara umum stabilitas suatu kapal dapat didefenisikan sebagai kemampuan suatau kapal berdeviasi dari posisi setimbang oleh karena pengaruh gaya luar yang bekerja, dan setelah gaya tersebut hilang kapal kembali ke posisi semula.( Derret D.R, dalam Efruan.M, hal1).
Sedangkan menurut Semyonov, stabilitas merupakan kemampuan (ability) suatu kapal yang menyimpang dari posisi setimbang oleh adanya aksi gaya luar untuk kembali ke posisi semula apabila aksi gaya itu hilang.(Semyonov, Tyan, and Shansky hal 57).
Gaya-gaya yang bekerja pada kapal, baik dalam arah melintang maupun membujur, yang dapat mempengaruhi stabilitas suatu kapal  adalah gaya berat (gravity force), dan gaya apung (bouyancy force). Yang keseluruhannya harus berada pada satu garis vertikal.
Bila titik pusat dari gaya-gaya tersebut tidak berada dalam satu garis vertikal, baik itu secara melintang maupun membujur maka kapal akan mengalami helling untuk posisi melintang dan trim untuk posisi membujur. semua itu terjadi karena gaya berat dan gaya apung yang bekerja pada kapal tidak berada dalam satu garis vertikal, sehingga akan membentuk sudut atau kopel. kopel tersebut akan menghasilkan momen-momen yang bekerja pada kapal. Baik itu momen pembalik (Heling Moment) ataupun momen penegak (Righting Moment). (La Dage.J, hal 57).
       Selanjutnya stabilitas suatu kapal dapat dijelaskan lewat gambar berikut :

                                  
                      Gambar 2.1 Titik gaya-gaya yang bekerja pada kapal secara melintang.     (Semyonov,Tyan, and Shansky, hal 20).


         
                 Gambar 2.2 Titik gaya-gaya yang bekerja pada kapal secara membujur  ( Semyonov,Tyan, and Shansky, hal 19).
Titik pusat berat (G) merupakan pusat dari segala gaya berat kapal dengan muatannya yang bekerja vertikal dan arahnya ke pusat bumi, dan merupakan pusat dari massa kapal tersebut. Tinggi dan rendahnya titik G tergantung dari distribusi muatan yang di angkut (DWT) kapal itu. Sedangkan titik B merupakan titik tangkap resultan gaya-gaya yang menekan tegak ke atas dari bagian kapal yang terbenam dalam air. Titik B itu sendiri bukanlah merupakan suatu titik yang tetap, akan tetapi akan berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat dari kapal.
Dalam stabilitas kapal, titik B inilah yang menyebabkan kapal mampu untuk tegak kembali setelah kapal mengalami kemiringan. Letak titik B tergantung dari besarnya kemiringan yang terjadi pada kapal (bila terjadi perubahan sudut kemiringan, maka letak titik B akan berpindah juga).
     Saat kapal bergerak dengan posisi tegak (tidak ada pengaruh gaya luar) maka titik tekan kapal (B) dan titik berat kapal (G) berada pada satu garis vertikal. Sedangkan jika kapal mendapat pengaruh gaya luar, maka titik tekan akan berpindah dari B ke B’ yang mengakibatkan gaya berat dan gaya apung akan membentuk kopel sebesar sudut Ө. kopel inilah yang akan menghasilkan momen oleng (helling moment) dan momen bending (righting moment).
Helling moment adalah momen yang bekerja untuk memiringkan kapal, sedangkan righting momen adalah momen yang mengembalikan kapal ke posisi atau kedudukan semula.


2.3. Titik G di bawah titik M ( Stabilitas Baik )
2.4. Titik G di atas titik M ( Stabilitas negatif )
2.5. Titik G berhimpit dengan titik M ( Stabilitas netral )

Berdasarkan kriteria stabilitas, jika titik berat kapal (G) berada di bawah titik metasenter (M) maka GM > 0. Itu berarti KM – KG > 0. dalam kondisi ini, kapal berada dalam keadaan stabilitas yang baik (stabilitas positif).
Berbicara mengenai stabilitas, yang akan berhubungan dengan besar kecilnya nilai stabilitas, yaitu momen penegak (Righting moment) dan besarnya nilai dari lengan penegaknya (GZ).
Jika titik berat G di atas titik metasenter M, maka GM < 0. Itu berarti    KM – KG < 0. dalam kondisi ini kapal akan berada dalam kondisi stabilitas yang kurang baik (stabilitas negatif).
Jika titik G berimpit dengan titik metasenter, maka GM = 0. itu berarti  KM – KG = 0. Dalam kondisi ini kapal berada dalam kondisi stabilitas yang kurang baik. (stabilitas netral).(J.La Dage, Lee van Gemert, dalam Maeruhu.A, Hal 17-18).
Momen untuk GM dapat bernilai positif atau negatif, tergantung besar kecilnya sudut (Ө) yang terjadi pada saat kapal mengalami oleng, dan letak titik pusat gaya-gaya yang bekerja pada kapal.
Selanjutnya tinggi metasenter (GM) dapat dihitung dengan rumus (Purba R, hal.80) :
GM = KB + KG – KM
Tinggi titik berat (G) terhadap lunas (keel) berubah-ubah tergantung distribusi beban dan bentuk kapal itu sendiri. sedangkan titik KM  dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Rawson.K.J, Hal 97)
KM = KB + BM     (m)
dimana :
KB      = Tinggi titik pusat pengapungan terhadap garis dasar, yang dapat  ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
KB      =  0,53 . T

dimana :
T          =          Tinggi sarat kapal         (m)
BM      =     Tinggi titik metasenter diatas titik pusat pengapungan (Radius metasenter), yang dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

                             BM      =
dimana :
I  = Momen inersia bidang garis air kapal       ( )
V = Desplasemen volume kapal          ( ) 

B.     PERHITUNGAN STABILITAS KAPAL
1.    Diagram Hidrostatis
       Hidrostatis adalah bagian dari ilmu pengetahuan mengenai hidrodinamika, menyelidiki tentang keseimbangan (equilibrium) dan gerakan fluida. (De here.S, dalam Toisuta.N, hal 7)
Diagram hidrostatis digunakan untuk menggambarkan karakteristik komponen stabilitas kapal, yang meliputi : komponen luas bidang garis air (S), displasemen kapal (V dan ∆), radius metasenter kapal (r dan R), momen inersia (Ix, Iy, Iyf), absis titik pusat berat luas bidang air/garis air (Xf), absis dan aplikat titik pusat daya apung kapal (Xc dan Zc), luas midship (SФ), ton per centimeter benam (q) dan koefisien-koifisien bentuk kapal (Cw, Cp, Cm, Cb).
a)         Luas bidang garis air (S). dapat dihitung dengan rumus aplikasi metode Simpson I (De here.S, Dalam Efruan.M, hal 1 )
S     =    2/3 . ∆L . ∑ (f.y)        (m2)
dimana :
     ∆L  =  Jarak antara ordinat/gading teoritis kapal  = LBP/n        (m)

n            =   Jumlah ordinat/gading kapal pada gambar rencana   garis
∑(f.y)    = Jumlah integral perkalian f (factor bidang Simpson I - 1,4,1) dengan ordinat setengah lebar kapal (y) (m).
b)        Absis titik berat bidang air kapal (Xf) dihitung dengan rumus (De here.S, dalam Efruan.M, hal 2)
Xf  =   ∆L          ( )
dimana : 
        k  =  faktor momen, yang ditentukan dari midship.
c)         Momen inersia bidang air (Ix, Iy, Iyf).dihitung dengan rumus (De here.S, dalam Efruan.M, hal 2)  
Ix         =          ∆L.∑( )               ( )
Iy         =          .∑( )          ( )
Iyf        =          Iy-S..                      ( )
d)        Displasemen volume dan displasemen berat (V dan ∆). dihitung dengan rumus (De here.S, dalam Efruan.M, hal 2)
V  = 1/3.∆T.∑ (f.S)                              ( )
dimana :
∆T = jarak antara garis air = T/l             (m)
dimana (l) adalah jumlah garis air kapal pada gambar rencana garis
∑(f.S)  = jumlah integral perkalian f (factor bidang Simpson  I – 1, 4,1) dengan luas bidang air kapal S.
Sedangkan       = γ . V                         (ton)
e)         Luas bidang tengah kapal (midship). dihitung dengan rumus aplikasi metode Simpson. (De here.S, 1969, dalam Efruan.M, hal 2)   
=    (f . y)                (
f)         Absis dan aplikat pusat daya apung kapal (Xc dan Zc). (De here.S, dalam Efruan.M, hal 3)   
Xc dapat ditentukan dengan rumus aplikasi metode Simpson :
Xc =  
        Zc dapat dihitung dengan rumus aplikasi metode Simpson I :
Zc =  
g)        Radius metasenter melintang ( r ) dan memanjang ( R ).dihitung dengan rumus  (Semyonov, Tyan and Shansky. hal 81) :
r    =                   (m)
R   =                 (m)
h)        Ton per centimeter benam ( q ).dihitung dengan rumus (De here.S, dalam Efruan.M, hal 3)  :
q =  
dimana :   
γ = Berat jenis air laut = 1,025  ( )
S = Luas bidang air     ( )
i)          Kooifisien bentuk kapal.dapat dihitung dengan rumus (De here.S, dalam Efruan.M, hal 3) :
Cw  =  
dimana :
S = Luas bidang garis air        ( )
L = Panjang kapal (Lwl)         (m)
B = Lebar kapal                      (m)
Cm   =  
dimana :
  = Luas bidang tengah kapal         ( )
B    = Lebar kapal                               (m)
 T = Tinggi sarat                                  (m)
Cb    =   
Cp    = 
2.    Skala Bonjean
       Skala bonjean adalah karakteristik luas bidang gading pada tiap garis air kapal, yang perhitungannya ditentukan berdasarkan metode Simpson I, yang mana hasil perhitungannya selanjutnya akan digunakan untuk penggambaran skala bonjean.
Luas bidang gading ini dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut     (Semyonov, Tyan, And Shansky, hal 314).
A  =  2/3.∆T.∑(f.y)            ( )
            dimana :
∑(f.y)  =  Jumlah integral perkalian f (faktor Simpson I – 1, 4, 1)  dengan      ordinat setengah lebar kapal (y)        (m).





3.    Kurva Tchebycheff
Kurva Tchebycheff merupakan gambaran dari beberapa buah gading yang diambil dari proyeksi kapal, dengan jarak masing-masing gading diambil dari gading tengah (midship), ditentukan dengan menggunakan kooifisien Tchebycheff yang dapat di lihat pada tabel.
             Tabel 2.1. Koefisien Kurva Tchebycheff Berdasarkan Jumlah Gading
Jumlah
Gading
Koefisien i
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
± 0,5773
0; ± 0,7071
± 0,1876; ± 0,7947
0; ± 0,3745; ± 0,8325
± 0,2666; ± 0,4225; ± 0,8662
0; ± 0,3239; ± 0,5297; ± 0,8839
± 0,1026; ± 0,4062; ± 0,5938; ± 0,8974
0; ± 0,1679; ± 0,5288; ± 0,6010; ± 0,9116
± 0,0838; ± 0,3127; ± 0,5000; ± 0,6873; ± 0,9162
± 0,0669; ± 0,2887; ± 0,3667; ± 0,6333; ± 0,7113; ± 0,9331
Sumber   : K. C. Barnaby, Basic Naval Architetcture, Hutchinson Scientific and Technical, London, 1976, Table 2, p. 41.

Sedangkan persamaan yang digunakan dalam perhitungan radius metasenter pada kurva Tchebycheff  adalah sebagai berikut (Semyonov, Tyan and Shansky)
Yf =   dϴ = 0,1754
dan dalam perhitungan momen inersia dan radius metasenter menggunakan rumus (Semyonov, Tyan and Shansky) :
Ix =
Ixo = Ix -  Sy
Ix =   ∆L∑( )
r  =
perhitungan luas bidang garis air digunakan rumus   (Semyonov, Tyan and Shansky) :
S =
dimana  :
a  =  Ordinat gading Tchebycheff yang tercelup        (m)
b  =  Ordinat gading Tchebycheff yang terangkat      (m)
Dengan kurva Tchebycheff dapat di gambarkan perubahan kedudukan titik berat bidang garis air, apabila kapal mengalami kemiringan (helling), dan juga untuk menghitung radius metasenter (BM) pada masing-masing sudut kemiringan.




4.    Diagram Polar
Dengan diketahuinya harga BM pada masing-masing posisi kemiringan, dapat digambarkan diagram polar. Melalui diagram ini dapat dilihat letak titik tekan pada masing-masing posisi kemiringan, dan dapat digambarkan lengan stabilitas statis dan dinamis serta lengan stabilitas bentuk. Hasil dari penggambaran,akan berupa stabilitas statis dan dinamis, bila dikalikan dengan displasemen, maka akan diperoleh momen balik (MR) dan kerja (T).

5.    Diagram Stabilitas
Diagram ini menggambarkan lengan stabilitas statis (Gz) dan lengan stabilitas dinamis (d), yang merupakan fungsi dari sudut kemiringan (ϴ).
Tinggi titik potong garis singgung lengkungan lengan stabilitas statis pada kemiringan tertentu (ϴ), dengan garis vertical dari titik yang berjarak I radian dari (ϴ) merupakan tinggi metasenter (GM) pada kemiringan ϴ tersebut.
Untuk menilai stabilitas kapal ini digunakan kriteria International Maritime Organization (IMO).



                                                        




Gambar 2.6 Diagram Stabilitas.(Semyonov, Tyan and Shansky, hal 487)
6.    Kriteria Stabilitas berdasarkan IMO
Kriteria stabilitas berdasarkan peraturan IMO (Team penyuluhan kesyabandaran perhubungan laut hal 31,32.) untuk berbagai tipe kapal adalah sebagai berikut :
Ø  Kapal barang (Cargo Ship).
a.       Luas di bawah kurva GZ dari 00 – 300 tidak boleh kurang dari 0,055 meter-radian. Dan tidak boleh kurang dari 0,099 m-radian sampai kemiringan 400. Luas dibawah kurva GZ antara sudut 300 dan 400 tidak boleh kurang dari 0,03 meter-radian.
b.      Pada sudut ≥ 300, lengan lurus GZ harus sekurang-kurangnya 0,20 meter.
c.       GZ maksimum harus terjadi pada sudut miring > 300.
d.      Tinggi metasenter awal, GMo tidak boleh kurang dari 0,15 meter.
Ø  Kapal ikan (Fishing Boat).
kriteria stabilitas pada kapal ikan sama dengan kapal barang (kriteria a,b,c), hanya GMo tidak boleh kurang dari 0,35 meter.
Ø  Kapal peti kemas (Container Ship).
kriteria stabilitas pada kapal peti kemas sama dengan kapal barang (kriteria a,b,c), hanya GMo tidak boleh kurang dari 0,30 meter untuk panjang kapal  < 100 meter dan 0,40 meter untuk panjang kapal  > 100 meter.
Ø  Kapal penumpang (Passenger Ship).
kriteria stabilitas kapal penumpang sama dengan kapal barang (kriteria a,b,c,d), hanya dengan tambahan criteria sebagai berikut :
a.       Sudut miring yang disebabkan penumpang-penumpang berkumpul ke salah satu sisi kapal tidak boleh kurang dari 100.
b.   Sudut miring byang disebabkan oleh kapal berputar tidak boleh melebihi 100